Jumat, 18 Februari 2011

Begitu Menikah, Jangan Tunda Kehamilan

Sering  kali kita mendengar, pasangan muda sulit memperoleh anak begitu mereka menginginkannya setelah beberapa lama ber-KB. Diduga kuat, penundaan kehamilan dengan kontrasepsi selain kondom setelah menikah menjadi salah satu penyebab.
Pasangan muda Bagus dan Febi, sebutlah begitu, sejak sebelum melangsungkan pernikahan sudah merencanakan untuk tidak segera mempunyai momongan. Alasannya, mereka belum mempunyai rumah sendiri dan Bagus baru saja mendapat pekerjaan. Saat menikah, usia mereka memang masih muda, Febi 22 tahun dan Bagus 25 tahun. untuk itu, mereka memilih kontrasepsi pil antihamil.
Merasa berpenghasilan cukup dan mampu mengontrak rumah setelah dua tahun menikah, mulailah mereka berpikir untuk meramaikan rumahnya dengan kehadiran seorang anak. Pil KB pun segera distop konsumsinya, tapi sampai perkawinan berusia tiga tahun, yang mereka tunggu-tunggu belum juga hadir. Merasa cemas, mereka segera memeriksakan diri ke dokter ahli kebidanan dan kandungan. Setelah menjalani terapi medis selama sekitar dua tahun, akhirnya Febi berhasil hamil.
Antibodi antisperma
Pada zaman sulit mencari nafkah seperti saat ini, banyak pasangan muda menunda mempunyai anak, seperti yang dijalani Bagus dan Febi. Alasannya macam-macam, antara lain pekerjaan belum mapan, belum punya tempat tinggal tetap, gaji masih kecil, dll. Lalu mereka memutuskan untuk sementara melakukan KB dengan kontrasepsi pil atau suntik antihamil, IUD, kondom, dsb.
Menurut Prof. dr. H. Aryatmo Tjokronegoro Ph.D., Sp.And. spesialis alat reproduksi pria (androlog) dari FKUI, setiap pasangan suami-istri memang berhak menunda kehamilan. Namun, upaya itu dilakukan dengan memilih kontrasepsi yang tepat berdasarkan anjuran dokter. Ini untuk menghindari sulitnya menghadirkan si buah hati pada saat diinginkan. Pasalnya, sering terjadi pasangan muda sulit hamil setelah kontrasepsi dihentikan penggunaannya. Itu sebuah misteri.
Untuk memecahkan “misteri” macam itu pada tahun 1970-an sejumlah spesialis infertilitas Barat melakukan penelitian pada kasus unexplained infertillity (infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya) secara klinis maupun laboratoris. Pada banyak pasangan ternyata tidak ditemukan kelainan organis (seperti saluran indung telur buntu) maupun kelainan fisiologis sebagai penyebabnya.
Kemudian diteliti kemungkinan penyebab lain. Salah satunya adalah kemungkinan adanya faktor antibodi antisperma pada wanita, sehingga terjadi kegagalan potensi sperma membuahi ovum (sel telur) dalam tubuh wanita. Diteliti pula apakah penggunaan alat kontrasepsi seperti pil KB atau suntik KB (berisi hormon yang menolak pembuahan) serta IUD dalam jangka waktu tertentu menjadi penyebab meningkatnya antibodi antisperma.
Terapi kondom
Sejak lahir setiap manusia normal dibekali suatu sistem imunologi yang dapat melindungi diri terhadap serangan berbagai kuman penyakit. Setiap saat sistem imun ini siap menjaga tubuh dari serangan antigen asing. Dalam sistem reproduksi pun sistem imun itu ada. Pada setiap wanita sistem imun berperan penting dalam menjaga keselamatan sang jabang bayi. Dengan kekebalan, proses perkembangan janin berlangsung baik paling tidak sampai usia kehamilan sembilan bulan, saat bayi siap dilahirkan. Selain itu, sistem imun juga menjaga tubuh terhadap serangan berbagai macam infeksi, termasuk pelbagai penyakit seksual.
Pada diri setiap pria pun bisa timbul antisperma yang merupakan femomena autoimun atau akibat sistem imun membentuk antibodi terhadap antigen tubuhnya sendiri, yakni sperma. Sebaliknya, wanita tidak mempunyai unsur antigen yang terkandung seperti pada sperma maupun komponen plasma semen. Namun, begitu si wanita mulai berhubungan seksual dengan pria, di dalam tubuhnya akan terbentuk antibodi antisperma terhadap antigen sperma. Pada tingkat tertentu, antibodi masih bisa ditembus oleh sperma yang bagus kualitasnya (cepat dan kuat) untuk membuahi sel telur hingga menghasilkan kehamilan.
Walaupun hanya satu sperma yang bakal membuahi sel telur, menurut teori kedokteran, dibutuhkan puluhan juta (minimal 20 juta) sperma agar kemungkinan terjadinya pembuahan lebih besar. Pasalnya, perjuangan untuk bisa mencapai sel telur luar biasa beratnya bagi kebanyakan sel sperma. Selama dalam perjalanan panjang dari lubang vagina sampai ke indung telur, banyak sperma yang berguguran.
Namun, belakangan para androlog tidak lagi berpatokan pada teori ini. “Yang terpenting bukan jumlahnya tetapi kualitas spermanya,” kata dr. Aryatmo. “Menurut saya, walaupun sperma yang dimiliki sang suami hanya 5 – 6 juta, tapi kalau gerakannya cukup gesit, bisa saja membuahi sel telur.” Yang menjadi masalah, kalau jumlah sperma sedikit dan gerakannya lamban. Maka mereka akan gugur sebelum mencapai tujuan!
Pada pasangan yang menggunakan kontrasepsi seperti pil dan suntik KB, walaupun terjadi kontak antara sperma dan sel telur pada tubuh wanita, pembuahan tidak bakal terjadi. Sedangkan pada KB IUD (spiral) pembuahan bisa terjadi, tapi biasanya langsung gugur.
Menurut para pakar dalam penelitian tadi, selama penggunaan alat kontrasepsi, pembentukan antibodi terhadap sperma akan terus terbentuk. Bahkan semakin lama kadarnya semakin tinggi dan pertahanannya semakin kuat. Diduga inilah biang keladi si wanita sulit hamil. Jadi, dengan kata lain dalam tubuh si wanita telanjur timbul “kontrasepsi alami” atau tercipta antibodi kuat yang menolak kehadiran sperma yang hendak
membuahi sel telurnya.
Kalau pun sampai terjadi pembuahan, menurut para pakar itu, bisa jadi telah terbentuk efektor imun lebih dahsyat. Yang dimaksud efektor imun adalah sistem imun seluler (yang dibawa oleh leukosit, makrofag, dll.) yang mampu menimbulkan efek peradangan terhadap janin dan plasenta yang telah mulai berkembang dalam rahim sang ibu. Penolakan imun ini bisa menyebabkan keguguran.
Dalam kasus di atas, agar istri bisa hamil, suami dianjurkan melaksanakan terapi kondom. Setelah kontrasepsi dihentikan, selama 6 – 8 bulan berikutnya pasangan mesti mengenakan kondom ketika melakukan hubungan intim. Diharapkan selama itu antibodi akan menurun dan tidak ada lagi di daerah organ reproduksi sang istri. Sehingga ketika sudah tidak lagi memakai kondom, sperma akan bermigrasi sampai ke saluran indung telur untuk bertemu dengan ovum tanpa halangan apa pun. Tentu saja, itu akan terjadi saat sang istri berada pada masa subur.
Kondom kontrasepsi terbaik
Menunda kehamilan, menurut dr. Aryatmo, juga banyak dilakukan pada pasangan pranikah zaman sekarang yang sudah melakukan hubungan seksual. Kalau memang teori pada penelitian tadi benar, hubungan semacam itu hanya akan membangkitkan respons imun dalam tubuh si gadis terhadap komponen antigen laki-laki. “Akhirnya, yang rugi lagi-lagi pihak wanita karena nantinya akan sulit hamil,” tegasnya. “Sebab itu saya sarankan agar para gadis menjaga untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum masuk jenjang perkawinan.”
Penelitian juga membuktikan, pada para perempuan tuna susila banyak dijumpai efektor respons imun, baik imun seluler maupun imun humoral (yang dibawa oleh antibodi). Apalagi dalam semalam bisa berganti-ganti pasangan. Dalam hal ini adanya komponen efektor imun justru menguntungkan para wanita pekerja seks itu karena akan sulit mengalami kehamilan atau, kalaupun terjadi pembuahan, mudah terjadi keguguran.
Namun sekali lagi, hasil penelitian soal antibodi antisperma sebagai biang keladi tadi masih diliputi pro dan kontra. Kalaupun karena masalah antibodi yang meningkat, belum tentu gara-gara kontrasepsi itu saja, tapi mungkin bisa juga karena dalam tubuh si wanita secara alami terbentuk antibodi antisperma yang kuat. Dalam hal ini kepada wanita yang bersangkutan biasanya cukup diberikan obat imunosupresi yang akan menekan pembentukan antibodi terhadap sperma. Tidak perlu dengan terapi kondom. Tapi penggunaan obat imunosupresi ini pun banyak pihak yang menentang, sebab efek sampingannya, tubuh si wanita akan kekurangan antibodi sehingga akan lebih mudah kemasukan kuman atau virus seperti rubella, campak, dll. yang nantinya akan membahayakan janin.
Sebab itu, dr. Aryatmo menganjurkan, kalau pun pasangan muda ingin menunda kehamilan, sebaiknya menggunakan alat kontrasepsi kondom. “Sarung pelindung” ini dipandang sebagai kontrasepsi terbaik dan teraman dari sudut imunologis. Ia akan mencegah terjadinya pembuahan sekaligus mencegah kontak antara antigen suami dengan sistem imun istri, sehingga antibodi pada tubuh istri tidak meningkat.
Namun yang paling aman, menurut dr. Aryatmo, pasangan suami istri tidak menunda masa kehamilan. “Sebaiknya, satu anak dulu, baru KB,” sarannya.Dr. Aryatmo juga menyarankan kepada setiap pasangan suami istri tidak subur untuk memeriksakan diri secara cermat guna mencari penyebab utamanya. Apakah benar akibat ulah antibodi terhadap antigen komponen suaminya atau ada masalah lain. Kasus infertilitas atau ketidaksuburan memang melibatkan banyak faktor.


Sumber: Intisari